15 April 2011

BESAR PASAK DARIPADA TIANG, WASPADA KENA PASAK SENDIRI

Kembali lagi bersama bung tulalit03. Kemarin malam, saat berselancar di dunia maya, ada topik menarik yang saya baca, silahkan link nya :
Beberapa waktu lalu, negeriku ini disibukkan dengan kasus meninggalnya bapak xxx karena didatangi oleh Debt Collector. Kedatangan tersebut dilatar belakangi oleh hutang kartu kredit yang dimilikinya. Karena hutang tersebut, bapak xxx meninggal dunia, semoga beliau tenang di sisi-Nya.
Kembali dari masalah diatas, fenomena penggunaan kartu kredit sebagai alat pembayaran telah ada sejak lama. Begitu juga dengan keberadaan kartu ATM sebagai alat tarik tunai otomatis. Berbagai kemudahan bagi konsumen bank terus berkembang dari tahun ke tahun.
Kemajuan teknologi membuat berbagai transaksi keuangan semakin mudah. Keberadaan kartu kredit tidak lagi menjadi barang mewah melainkan bergeser menjadi kebutuhan utama. Pergeseran tersebut dapat dilihat dari banyaknya bank yang menawarkan jasa pembuatan kartu kredit di mall kepada setiap pengunjung mall yang datang. Berbagai produk ditawarkan, dengan bonus yang beragam serta kemampuan kredit dengan angka yang sebenarnya mustahil untuk dicapai gaji seseorang dalam setahun (pengalaman pribadi ini).
pada sekitar awal 2000-an, belum ada penawaran kartu kredit di mall-mall seperti saat ini. Penawaran kartu kredit dilakukan oleh pihak bank, setelah melakukan analisa rekening tabungan rutin. Pemilik kartu kredit adalah orang yang memang dirasa mampu memiliki kartu kredit karena dapat mengelola keuangan dengan baik. Oleh karena itu, pihak bank merasa di khawatir jika nasabahnya dibekali oleh kartu kredit tersebut.
Pada saat ini, kepemilkan kartu kredit sangat berbeda dengan waktu dulu. Begitu mudah ditemui di mall-mall, dengan berbagai janji serta kemudahan yang ditawarkannya. Beberapa persyaratannya pun cukup mudah seperti hanya meminta KTP dan lainnya. Sayangnya, kemudahan yang diberikan tidak dapat mendidik konsumen. Konsumen yang tidak terdidik ini tidak hanya merugikan dirinya sendiri, tetapi juga pihak bank karena bank terus menghutangi pemilik kartu kredit yang tidak punya rekening di bank tersebut. Maka dari itu, muncullah Debt Collector untuk menagih konsumen yang bandel.
Kartu kredit (credit card) secara harfiah kartu untuk mengkredit. Kredit sendiri bermakna hutang. Maka dari itu, kartu kredit adalah kartu yang mengijinkan kita untuk berhutang. Kepemiliki kartu ini, berarti memungkinkan seorang nasabah untuk berhutang kepada pihak lain menggunakan sebuah bank sebagai medianya. Karena statusnya hutang, maka pada waktu yang ditentukan, penghutang harus melunasi / mencicil hutangnya atau mendapat teguran dari pihak bank.
Kepemilikan kartu kredit yang tidak cerdas melahirkan pemikiran “kartu kredit adalah dana tidak terbatas”. Pemilik seperti ini tentunya mengundang resiko baik bagi dirinya sendiri maupun pihak bank. ditambah lagi barang yang di kredit oleh konsumen adalah barang konsumtif (bukan barang aset). hal ini menjadikan nasabah menjadi nasabah yang semakin bodoh lagi. Oleh karena itu, saya rasa lebih baik dikembalikan seperti dulu. Yang berhak memiliki kartu kredit hanyalah nasabah bank yang telah menjadi nasabah selama beberapa tahun dan terbukti memiliki catatan keuangan yang baik. Saya rasa pihak bank lebih dapat menilai nasabah mana yang dapat mengelola keuangannya dengan benar dan yang tidak. Dengan menerbitkan kartu kredit kepada orang yang pasti dapat melunasinya, saya rasa hal seperti ini dihindari.
 
--- ORANG PALING KAYA SEDUNIA ADALAH ORANG YANG MERASA CUKUP ---
SEMOGA BERMANFAAT

14 April 2011

INTEL NEGERIKU - KALAU BERSIH, KENAPA RISIH


Setelah beberapa waktu lalu, saat berselancar di dunia maya saya menemukan sebuah editorial menarik nih, ini link nya, silahkan :
Konsep Security (keamanan), apapun dan siapapun pelakunya, seperti merupakan 2 sisi koin. Saat mengedepankan keamanan, maka sisi kenyamanan tertutup. Sebaliknya saat mengedepankan kenyamanan, maka sisi keamanan akan tertutup. Begitu juga bagi penyelenggaraan negara.
Security consept (konsep keamanan) telah banyak ditemui di berbagai negara. Dari negara yang terkenal sangat mengekang rakyatnya sampai dengan negara yang menjungjung tinggi kebebasan dan HAM.
Cina, dalam berbagai pemberitaan, tetap melakukan pengawasan yang ketat terkait komunikasi. Hal ini dimaksudkan meningkatkan keamanan negaranya. Hal ini dilakukan karena mereka menyadari sebagai negara besar, maka akan banyak juga usaha untuk menghancurkannya. Dilain sisi, negara penjunjung tinggi HAM, Amerika Serikat – pun memberikan wewenang khusus bagi petugasnya untuk melakukan pengamanan terhadap negaranya dalam bentuk apapun.
Kalau kita melihat sejarah (jadi ingat pidato proklamator Indonesia – Jas Merah ), negara ini berdiri atas berbagai suku, agama, ras dan golongan. Oleh karena itu disebut sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena negara berdiri atas dasar kesatuan dari berbagai kelompok berbentuk Republik dan bukan bentuk lain. Oleh karena itu musuhnya adalah Disintegrasi bangsa, sedangkan pelanggaran HAM dan beberapa istilah baru lainnya merupakan kasus pelengkap atau pemicu saja.
Keberadaan dunia maya sendiri telah menempati posisi yang tidak tergantikan. Begiu pentingnya sampai dapat diakses kapanpun dan dimanapun dengan tujuan apapun didalamnya. Dari berbagai tujuan yang ada, tidak menutup kemungkinan terdapat beberapa pihak yang ingin memberikan ancaman bagi pengguna lain seperti memicu SARA.
Sekarang kembali lagi ke Indonesia. Sebagai salah satu pengguna internet terbesar di dunia, maka wajar jika dilakukan pengamanan terhadap pengguna internet di Indonesia. Tidak hanya pihak kepolisian, saya rasa intelijen pun perlu melakukan tindakan pengamanan melalui media ini. Sebagai contoh, terdapat beberapa user facebook yang mencoba mengahasut masyarakat menggunakan SARA ( sialhkan : http://id-id.facebook.com/topic.php?uid=154211914603043&topic=648 ). Dengan adanya hasutan seperti ini, sebelum terjadinya kejadian yang lebih besar, saya rasa disini peranan intelijen mencegah sebelum kekacauan (Chaos) terjadi.
Dalam kajian ilmu politik (kalau salah minta koreksi), sudah dijelaskan bahwa salah satu resiko bernegara adalah adanya serah terima sebagian Hak Asasi seorang manusia terhadap negaranya. Hal ini dibuktikan dengan adanya unsur pengaturan atau regulasi tentang hajat hidup orang banyak. Jadi wajar saja jika demi mengamankan negara, yang didalamnya terdapat banyak manusia, terjadi penyerahan sebagian hak Asasi-nya untuk mendapat hak mendapat rasa aman dalam hidup.
Terkait dengan beberapa kekhawatiran dengan kinerja intelijen yang kelewat batas. Saya rasa berbagai pernyataan yang banyak di media berpikir terbalik. Beberapa pemikiran seperti Undang-undang untuk intelijen berhubungan dengan pelanggaran HAM tidak memiliki dasar. Sudah jelas dengan adanya undang-undang, maka tolak ukur kerja intelijen jelas. Dengan adanya rambu-rambu yang jelas, maka perwujudan lembaga negara yang transparan dapat terwujud. Undang-undang intelijen sejalan dengan cita-cita reformasi Indonesia.
Perwujudan Undang-undang intelijen pada dasarnya sejalan dengan salah satu semangat reformasi, yaitu membuat penyelenggaraan negara yang transparan. Lagipula, untuk apa juga intelijen capek-capek melakukan operasi terhadap orang-orang yang tidak punya masalah. Jadi, saya kembali ke slogan yang ngetrend di kalangan pajak, KALAU BERSIH, KENAPA RISIH. Selama dilakukan sesuai prosedur dan bertujuan mengamankan negara, saya rasa sepadan jika saya menyerahkan sedikit kebebasan saya berfacebook-ria pada negara yang saya tinggali ini supaya tidak terjadi kekacauan di negara ku ini. Lagipula, saya tidak menggunakan facebook saya untuk tujuan aneh-aneh, kalo kata Almarhum Gusdur, GITU AJAH KOK REPOT.

NEGERI KU INI BERDIRI ATAS RAHMAT ALLAH SWT
--- Preambule / pembukaan UUD 1945 ---

09 February 2011

SUCIKAN LAGI KERUKUNAN ANTARA UMAT BERAGAMA YANG KEMBALI DINODAI

Berita yang saya baca hari ini sungguh mengenaskan. Penyerangan terhadap kelompok Ahmadiyah pada 6 Februari 2011 lalu kembali terjadi. Penyerangan tidak hanya menyebabkan korban materi, tetapi juga korban jiwa. 3 orang jemaat Ahmadiyah meninggal dunia akibat kejadian ini. Sumber dari http://nasional.vivanews.com/news/read/203211-kontras--ada-kelompok-yang-memobilisasi-massa.
Sejak memasuki masa reformasi, kebebasan berekspresi menjadi hal yang wajar di masyarakat. Hal ini merubah berbagai tatanan masyarakat. Salah satu dampaknya adalah timbulnya ekspresi permusuhan suatu kelompok terhadap kelompok lain yang berseberangan. Ekspresi tersebut dimunculkan mulai dari dialog (paling sehat), berdebat keyakinan (yang pastinya tidak menyelesaikan masalah) sampai dengan tindakan anarkis berupa penyerangan terhadap kelompok lawan. Lebih mengenaskan lagi, kejadian anarkis ditimbulkan oleh latar belakang agama dan atau keyakinan yang berbeda.
Pada awalnya, istilah agama berasal dari 2 kata yaitu a berarti tidak dan gama berarti kacau. Oleh karena itu, setiap agama yang ada mengajarkan keharmonisan serta kedamaian dalam hidup. Tidak ada satu agama maupun keyakinan manapun mengajarkan anarkis ataupun permusuhan terhadap kelompok lain. Perlakuan manusiawi pun tetap diberlakukan terhadap lawan yang telah kalah. Pembenaran terhadap tindakan anarkis, atas dasar penegakan ajaran suatu agama, tidak dibenarkan dan tidak berdasarkan nilai agama.
Tindakan anarkis terhadap jamaah Ahmadiyah bertolak belakang dengan semangat harmonisasi keagamaan. Tindakan anarkis ini juga merupakan bentuk penodaan terhadap agama yang dianut penyerang. Selain menimbulkan citra buruk suatu agama, tindakan tersebut seolah-olah dilakukan oleh orang yang tidak beragama. Kalau orang islam bilang seperti tindakan jahilliyah.
Penulis, sebagai muslim (tidak berani bilang muslim taat karena taat atau tidak, sesat atau tidak adalah penilaian-Nya, bukan manusia), merasa perlu melakukan kaji ulang agama masing-masing. Pemaknaan terhadap Al-Qur’an, khususnya tentang keyakinan yang berbeda.
Saat melakukan kegiatan rutin melihat serta membaca perantara pembelajaran islam yang sahih (Al-Qur’an), ternyata Dia telah mengajarkan kepada kita semua bagaimana bersikap terhadap keyakinan yang berbeda. Berikut adalah surah yang penulis baca :
قُلْ يَاأَيُّهَاالْكَافِرُونَ
1. Katakanlah: Wahai orang-orang yang menyangkal kebenaran
لَاأَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ
2. Aku tidak menyembah apa yang kamu sembah
وَلَاأَنتُمْأَعَابِدُمَاونَعْبُدُ
3. Dan kamu tidak menyembah apa yang aku sembah.
وَلَاأَنَاعَابِدٌمَّاعَبَدتُّمْ
4. Dan aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah
وَلَاأَنتُمْأَعَابِدُمَاونَعْبُدُ
5. Dan kamu pun tidak akan menyembah apa yang aku sembah
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
6. Untukmu agamamu dan untukku agamaku

Penulis meyakini, pemahaman setiap orang berbeda. Namun, orang yang beriman pasti memiliki ketenangan hati yang sempurna dan orang yang yakin segala putusan berada ditangan-Nya mengatakan bahwa setiap orang memiliki jalan masing-masing. Apa yang orang lain anggap benar merupakan hak nya dan bukan hak manusia untuk merubah keyakinan orang lain melainkan atas petunjuk-Nya kepada hati seseorangyang membuatnya membuka hati.
Semoga saja kedepannya tolerasndi antar umat beragama dapat berlangsung di negeri ku ini. Karena penulis yakin negeri ini merupakan negeri atas dasar rahmat yang maha kuasa dengan berbagai makhluk dengan berbagai keyakinan hidup damai didamalnya

31 January 2011

RAMAIKAN DAERAH CEGAH PELEPASAN DAERAH DI INDONESIA


Hubungan Indonesia Malaysia kembali memiliki potensi memburuk. hal ini dilihat dari adanya forum terkait status Pulau Sumatera harus kembali ke tanah Malaysia. Artikel dapat dilihat di http://www.tribunnews.com/2011/01/26/malaysia-forum-sumatera-itu-milik-malaysia

Dalam hubungan antar negara, terdapat prinsip tentang Good Neighborhood atau bertetangga dengan baik. Prinsip ini memegang peranan penting, khususnya dalam kehidupan bertetanggga yang baik antar negara. Baiknya hubungan kedua negara membuat kondisi sosial stabil sehingga rencana pembangunan terlaksana dengan baik.

Seperti hubungan bertetangga pada umumnya, hubungan tidak harmonis juga sering kali melanda diantara dua negara. Hal ini dapat muncul kapan saja dengan berbagai macam sebab. Persaingan ekonomi sampai dengan pelanggaran batas kedaulatan negara sering kali memicu perselisihan. Dampak dari perselisihan ini tidak menutup kemungkinan tertutupnya hubungan diplomatis ke dua negara yang tentunya memberikan kerugian bagi ke dua belah pihak.

Tanggal 26 Januari lalu, terdapat artikel (yang telah diterbitkan sejak Desember 2010) yang menyatakan bahwa salah satu pulau Indonesia, Pulau Sumatera merupakan milik Malaysia. Dalam artikel tersebut dinyatakan bahwa Sumatera seharusnya masuk dalam wilayah Johor Malaysia. Hal tersebut dikaitkan dengan gagalnya perjuangan raja Johor dalam mengusir Portugis dari Malaka sehingga masih belum dapat meluaskan daerahnya ke Sumatera. Dengan pemikiran ini membuat sang penulis mengatakan bahwa sebenarnya Sumatera masuk dalam wilayah Malaysia. “Berdasarkan fakta historik ini adalah jelas bahwa Riau-Lingga dan sebahagian besar Sumatera itu adalah Jajahan Johor.. iaitu Malaysia sekarang.” (lebih lengkapnya dapat dilihat pada situs terkait).

Berlainan dengan sejarah yang dinyatakan penulis artikel tersebut, tentunya kita masih ingat dengan tokoh Jawa bernama Gajah Mada. Pada saat kejayaan Majapahit, Gajah Mada melakukan sumpah palapa  yang menyatakan dirinya tidak akan memakan palapa sampai dengan berhasil menyatukan nusantara. Perjuanganya terus berlanjut sampai  dengan wilayah Tumasik (Sekarang Singapura) serta Malaysia yang berada di kawasan Kalimantan. Hal ini pula yang membuat sebagian warga Malaysia masih memiliki darah Jawa. Luasnya perolehan wilayah ini juga menjadi gambaran betapa luas wilayah bagi sebuah kerajaan atau masa kini disebut negara.

Secara umum, pengakuan wilayah Indonesia setelah zaman kemerdekaan merupakan hal penting yang berpengaruh terhadap kedaulatan RI. Secara internasional, pengakuan wilayah Indonesia saat itu berdasarkan pemetaan daerah jajahan Belanda. Beberapa tahun kemudian, Indonesia mendapat daerah baru yaitu Irian Jaya serta Timor Timur berdasarkan jejak pendapatan masyarakat setempat.

Didalam mengakui wilayah kedaulatan, fakta sejarah seringkali sulit dibuktikan. Hal ini terkait dengan minimnya dokumentasi sejarah beserta rusaknya situs-situs sejarah yang menjadi hak milik sebuah negara. Kedua negara sama-sama memiliki sejarah tersendiri dan catatan jajahan yang berbeda juga.

Melihat pengalaman Sipadan Ligitan yang lalu, pemerataan penduduk serta pemerataan pembangunan memegang peranan penting. Terisinya daerah-daerah kosong dengan warga Negara Indonesia membuat pembangunan merata di setiap daerah. Pembangunan yang merata inilah yang nantinya akan semakin menguatkan dukungan di internasional maupun hukum.

Pemerataan penduduk merupakan salah satu cara mencegah berulangnya peristiwa seperti ini. Pemerataan pembangunan dengan pemerataan penduduk juga berperan penting dalam pembangunan pendapatan masyarakat serta lebih mempererat daerah-daerah Indonesia.